a.
Pengertian
Rem
Rem (brake) adalah salah satu komponen paling
penting kendaraan. Bermasalah dengan rem sangat membahayakan diri sendiri
maupun orang lain. Sudah ribuan kecelakaan kendaraan disebabkan oleh rem.
Baru-baru ini, beberapa hari sebelum naskah ini ditulis, sebuah bus menghajar
puluhan kendaraan lain di Cisarua Bogor dan merenggut puluhan jiwa. Sebelumnya
juga ada beberapa berita kecelakaan lalulintas akibat rem blong. Oleh karena
itu, kita mesti waspada dengan komponen yang satu ini.
![]() |
Gambar Komponen Unit Rem |
Kalau
kita cermati, rem merupakan komponen yang cukup rumit dan terdiri dari onderdil
kecil-kecil, ada yang berbahan karet dan ada pula yang logam. Umumnya
mengandalkan sistem hidraulik seperti pada gambar di atas, meskipun ada yang
dikombinasi dengan pneumatik (rem angin), khususnya untuk jenis-jenis kendaraan
kelas berat. Sistem hidrauliknya sangat rentan. Untuk sistem hidraulik,
kebocoran sekecil apapun di bagian manapun, berimbas pada turunnya tekanan fluida yang sangat potensial menjadi pemicu
rem blong.
Sedangkan
sistem pneumatik (kendaraan kelas berat), sebaliknya. Tekanan angin digunakan
untuk menjaga agar rem pada posisi bebas. Ketika direm, maka angin dilepas,
sehingga tekanan menurun dan rem mengekang roda. Oleh karena itu, kebocoran
pada sistem ini bukan menjadikan rem blong, tetapi sebaliknya, justru mengunci.
Sistem ini lebih aman, namun butuh ruang sehingga sulit diterapkan pada
kendaraan kecil.
b.
Rem
Mencelakai Tidak Harus Blong
Penyakit rem yang paling sering
dituding sebagai penyebab kecelakaan adalah blong. Umumnya, ketika terjadi
kecelakaan, tim pemeriksa langsung ngecek remnya. Jika ternyata rem masih
pakem, langsung divonis bukan rem. Ini adalah penyimpulan yang kurang bijak.
Kenapa? Rem blong bukan satu-satunya horor dalam sistem pengereman (braking system).
Karena kenyataannya, rem lebih pakem sebelah juga menyebabkan kendaraan belok
ketika direm mendadak.
Masalahnya,
selain blong agak susah untuk membuktikan apakah rem aman atau tidak. Karena
jika kendaraan melaju lambat (di bawah 40 km/jam), rem selalu tampak normal
asal tidak blong. .Jika kendaraan melaju kencang (di atas 70 km/jam), rem
sering tampak tidak normal, entah oleng, memelintir, ngepot dsb. Karena memang
kendaraan yang sedang laju kencang tidak boleh direm mendadak. Karena faktor
arah angin, kemiringan jalan, keadaan muatan dsb, belum tentu resultan gayanya
benar-benar lurus ke depan. Belum lagi keragaman kondisi kelicinan jalan dan
daya cengkeram ban tidak menjamin resultan gaya gesek ketika direm lurus ke
belakang.
Untuk
menguji rem, kendaraan harus melaju normal, mungkin antara 40 - 70 km/jam
(tergantung jenis kendaraan) di jalan yang rata dan tidak licin, kemudian
direm. Rem yang benar, maka kendaraan harus berhenti pada jarak dan jalur
sesuai yang diharapkan pengemudi. Jika tidak demikian, pasti ada yang salah.
Apa itu? Nah... sebelum kesana, lebih dulu kita simak cara kerja rem.
c.
Cara
Kerja Sistem Rem Hidraulik
Coba kita lihat
gambar di atas, cara kerja sistem rem dimulai dari tekanan minyak rem pada
tabung sentral (1) karena sodokan tuas (9) akibat injakan kaki pada pedal rem
(3) yang diperkuat oleh hisapan vacuum/booster (2). Minyak bertekanan tinggi
tersebut lantas terdorong mengalir ke tabung penekan rem roda depan (6)
kanan-kiri melalui rangkaian slang distribusi depan (4), dan tabung penekan rem
roda belakang (7) kanan-kiri melalui rangkaian slang distribusi belakang (5).
Obyek yang ditekan tergantung teknologi yang digunakan. Rem cakram menggunakan
penjepit (caliper). Obyek yang ditekan berupa sepasang tapak (pad) yang
mengapit cakram. Meskipun tabung penekan berada di satu sisi, namun caliper
dibuat sedemikian rupa dinamis sehingga penjepitan terpusat pada cakram, bukan
memaksa ke salah satu sisi. Sedangkan rem tromol menggunakan sepasang sepatu
dengan lengkungan sesuai lingkaran tromol. Obyek yang ditekan adalah 2 sepatu
tersebut, ditekan dari tengah merentang keluar mendesak dinding tromol bagian
dalam.
Gambaran garis
besar cara kerja sistem rem ini hampir setiap bengkel tahu. Demikian pula
dengan penyetelannya di setiap roda. Cairan rem yang dipompa keluar dari tabung
sentral tidak banyak. Paling sekitar 3 - 4 cc dan dibagi ke 4 penekan di setiap
roda. Artinya tiap roda hanya kebagian paling banyak tambahan 1 cc. Tentu
langkah yang dihasilkan sangat pendek. Oleh karena itu penyetelannya harus
serapat mungkin asal tidak mengekang putaran roda, agar langkah yang pendek
tersebut efektif mengekang roda. Soal ini semua bengkel tahu, sehingga tidak
ada yang perlu dikuatirkan.
![]() |
Gambar Tabung Sentral |
Yang perlu dicermati
adalah cara kerja lebih detil. Tabung sentral terdiri dari 2 piston seporos,
seperti pada gambar sebelah. Kenapa harus demikian? Nah ini baru masalah.
Karena itulah saya tulis di blog ini, sekedar berbagi. Pasalnya, banyak bengkel
yang tidak tahu. Ada yang mengira jika terjadi kebocoran di salah satu saluran
atau roda, minyak rem tidak segera habis. Ada pula yang mengira agar tekanan
yang dihasilkan lebih kuat. Bahkan ada yang "kementhus" mengatakan
bahwa insinyur yang merancangnya bodoh. Kenapa harus 2 piston? Mending satu
piston dan satu saluran keluar di ujung, sehingga langkahnya panjang dan volume
minyak yang didesak keluar lebih banyak. Tentu akan menghasilkan tekanan yang
lebih kuat dengan langkah yang lebih panjang di tiap roda. Mungkin masih banyak
lagi yang berpikiran lain. Namun yang jelas, dari semua bengkel yang pernah
membahas soal ini, tidak satupun yang mengerti konsep kerjanya. Rata-rata
mereka berpikir soal tekanan saja. Dan sepertinya mereka benar jika sasarannya
hanya tekanan.
Susunan 2 piston
seporos itu tujuannya bukan seperti yang dikatakan para bengkel di atas.
Melainkan supaya pada saat pedal rem diinjak, penekanan terjadi secara
bertahap. Garis besar konstruksi tabung sentral seperti terpampang pada gambar
di butir ini. Minyak rem dari tanki masuk ke tabung sentral (1) melalui 2
saluran searah (2) agar dijamin tidak balik lagi ke tanki ketika ditekan. Di
dalam ruang silinder tersusun 2 piston seporos, piston dalam (4) dan piston
luar (5) yang masing-masing dijaga posisinya dengan pegas yang cukup kuat.
Pegas dalam (7) selalu
dilengkapi pembatas langkah guna menjamin langkah piston luar (5) tidak
melampaui saluran masuk (2) maupun keluar (3) minyak rem. Karena kalau 2 lobang
tersebut terlampau, tentu masuk angin dan minyak cadangan mengalir terbuang ke
arah booster. Sedangkan pegas luar (8) kebanyakan juga dilengkapi pembatas
langkah. Tapi ada juga yang hanya mengandalkan lipatan pegas ulir yang
mengkerut. Intinya sama saja, tidak boleh melampaui saluran masuk (2) maupun
keluar (3) minyak rem. Ketegangan pegas dalam (7) dan luar (8) tidak sama.
Artinya, ketika tekanan datang dari penyodok (9), piston yang pegasnya lebih
lemah akan menghasilkan tekanan lebih dulu. Dan piston yang pegasnya lebih kuat
menyusul setelah yang lemah mencapai pembatas. Jadi fungsi pegas tidak
semata-mata menjaga posisi piston, tetapi juga menyusun urutan terjadinya
tekanan. Nah... pertanyaannya, kenapa harus begitu?
d.
Roda
Belakang Direm Dulum, dan Depan Menyusul
Untuk
mencari jawabannya, mari kita renungkan seolah kita sedang mengendarai sepeda
motor dengan kecepatan normal. Lantas tiba-tiba kita harus berhenti. Apa yang
kita lakukan? Sengaja diambil contoh sepeda motor karena rem depan dan belakan
benar-benar terpisah. Apakah kita rem roda depan? Dan menyusul rem roda
belakang? Tentu kita jungkir balik. Kalau yang kita rem roda belakang saja,
tentu sepeda akan ngepot. Umumnya yang kita lakukan adalah rem roda belakang,
lantas disusul rem roda depan.
![]() |
Sistem Pengereman Roda Belakang |
Demikian
pula dengan mobil. Roda belakang harus direm lebih dulu dan depan menyusul.
Namun mobil hanya mengandalkan pemicu tunggal, yaitu satu pedal rem. Pasalnya,
selain sulit memisahkan, juga untuk menjamin agar depan dan belakang selalu
direm. Untuk itulah dibuat 2 piston seporos dengan pegas penghambat yang
berbeda tegangan. Mana yang untuk depan dan mana yang untuk belakang, biasanya
ada tandanya. F (front) untuk depan dan R (rear) untuk belakang.
Posisi
mana F dan mana R tidak sama, tergantung pembuatnya. Ada yang F di ujung dan R di
pangkal seperti pada gambar di samping, katakanlah model FR. Ada pula yang
sebaliknya seperti pada gambar di bawah, katakanlah model RF. Yang pasti,
ketika direm, piston yang berada diposisi R harus menghasilkan tekanan lebih
dulu untuk mengekang roda belakang. Piston F bekerja setelah piston R mencapai
batas.
![]() |
Sistem Pengeriman Roda Depan |
Pada
umumnya, saluran keluaran F dan R dibuat berbeda untuk menghindari salah
sambung dengan slang yang menuju roda. Sayangnya ada beberapa merek yang
sambungan F dan R-nya sama. Untuk yang model ginian, anda jangan pasrah
bongkokan kepada bengkel manakala menyentuh tabung sentral. Demi keselamatan,
telusuri sendiri slang mana yang untuk roda depan dan mana yang belakang, dan
diberi tanda yang permanen. Karena jika sampai terbalik, sangat berbahaya. Kita
tidak akan tahu sampai melakukan pengereman mendadak pada kecepatan normal.
Mobil bisa jungkir balik. Kita cilaka dan orang lain juga bisa ikut cilaka.
Meskipun
pangkal sambungan (nipple), tidak berarti sebuah jaminan 100% aman. Jika kita
ganti piston dengan barang imitasi, kita perlu waspadai. Barang imitasi bisa
saja tegangan pegasnya berbeda jauh dari aslinya. Saya pernah mengalami
sendiri, membeli barang imitasi produk China. Maklum selain kondisinya bokek,
juga mencari barang orisinil tidak mudah. Terlebih mobil saya jarang ada dan
sudah kelewat tua. Produk China tersebut, tegangan pegasnya sangat lemah dan
jauh berbeda dari aslinya. Saking lemahnya tidak bisa mengukur mana yang lebih
kuat.antara F dan R. Rupanya benda berupa pegas itu hanya sekedar agar mirip
aslinya. Pegasnya besi lunak, sehingga setelah ditekan beberapa kali tidak
balik lagi. Semoga pengalaman ini tidak dialami oleh orang lain.
Yang
paling bijak adalah menghindari barang imitasi. Jika ada masalah dengan piston sentral
rem, sebaiknya cari seal saja, karena umumnya yang bikin masalah adalah seal
bocor. Cuman kadang konyolnya, mereka tidak jual seal, melainkan lengkap dengan
pistonnya. Jika harus demikian, usahakan dapat yang asli. Namun, selain jarang
ada, barang genuine kadang harganya lebih sulit dipikir ketimbang assembly
programming kalau lagi bokek. Maka setidaknya usahakan cari barang OEM. Jika
(saking bokeknya) harus dengan imitasi, ambil saja seal-nya. Piston yang masih
baru dan mengkilat itu, buang saja ketempat sampah, atau dikumpulin untuk
dikiloin.
e.
Hati-hati
Memodifikasi Sentral Rem
Bagi rekan-rekan yang seperti saya,
seneng piara mobil yang sudah kelewat umur, kadang berhadapan dengan kelangkaan
onderdil. Ada yang kuat bertahan terus menerus mencari betapapun jauh dan
mahalnya. Ada pula yang seneng jalan pintas, seperti saya. Saya menyukai
tongkrongan Jeep model CJ-7 dan saya punya. Apa artinya jika kemana-mana harus
naik Kijang atau Panther? Sayangnya Jeep CJ-7 pasti tua dan onderdilnya langka
san mahal. Saya nggak mau pusing. Saya ganti semua onderdil yang susah dengan
onderdil mobil lain, tapi orisinil dan mudah didapat. Yang penting tidak
mempengaruhi tongkrongan. . Berarti yang saya jaga orisinilitas adalah bodi
luar dalam dan kaki-kaki (cardan, as dan roda). Rangka sasis pun saya lapis
dengan pelat 10 mm karena pasti tidak kelihatan. Beberapa komponan saya
transpantasi dengan merek lain, termasuk sentral rem. Di sinilah inti yang
ingin saya sampaikan.
Sejak memasuki usia kepala empat,
saya tidak lagi suka ngoprek otomotif karena sibuk dengan rekayasa software
lokal. Kebetulan sentral rem kebagian di kurun tersebut, karena sejak 10 tahun
sebelumnya tidak pernah kena masalah. Bahkan ganti seal sentral pun baru 2 kali
selama 10 tahun, meskipun pemakaian Jeep itu benar-benar bagaikan kuda pekerja.
Tiga tahun terakhir sepenuhnya di ladang pegunungan karena saya bermain minyak
nilam. Giliran kena masalah, saya langsung vonis untuk menggantinya dengan
sentral rem mobil lain, dan jatuh pilihan pada Isuzu Panther, karena vacuum
booster-nya hampir sama. Pekerjaan lantas saya serahkan kepada bengkel yang
paling kesohor di kampung, yang kebetulan kawan sendiri. Sebelum buka bengkel,
dulunya dia bekerja sebagai teknisi di pool bus di kota itu. Maka dari itu saya
percaya dia.
Nyaris kecolongan... Nipple output
sentral rem Jeep maupun Panther sama-sama dibedakan antara F dan R, sehingga
tidak mungkin terbalik. Tetapi ukuran slang (kapiler logam) dan drat nipple
kedua merek tersebut tidak sama. Terpaksa harus pake nipple-nya Panther. Tentu
slang Jeep harus dipotong dan disambung dengan potongan ujung slang Panther.
Ketika penyambungan, dia tidak peduli mana F dan mana R. Saya wanti-wanti
jangan sampai kebalik. Eh.. dia malah menjelaskan seperti yang saya tulis di
butir paling atas. Malah sepertinya dia cenderung ingin dibalik untuk
membuktikan bahwa pendapat dia benar. Waah.. terpaksa harus saya tungguin
sampai selesai karena saya tidak mau coba-coba dengan kekonyolan.
Dari situlah saya menjadi teringat
komentar-komentar bengkel-bengkel soal sentral rem ketika saya berburu sentral
rem untuk TLC Commando beberapa tahun sebelumnya. Ketika itu ke bengkel karena
saya minta mereka mencarikan barangnya. Gonta-ganti bengkel tidak ada yang
berhasil, karena barang yang dipasang imitasi produk China. Kekonyolannya bukan
karena posisi F dan R, tetapi pegas pistonnya terlalu lembek dan rem tidak
kembali lagi setelah diinjak. Ketika itulah mereka umumnya mencemooh kerumitan
2 piston. Kenapa tidak satu piston saja. Bahkan ada yang saking sewotnya, seal
yang menghadap ke belakang dicoba dibalik menghadap kedepan. Saya tahu itu
lucu, tapi males komentar dan tidak kuatir karena yakin tidak akan berhasil.
Comments